Senin, 17 November 2014

Kelelahan dan Overtraining


BAB 6
Kelelahan dan overtrainig






Nama                           : ROMI SYAHPUTRA
Nim                             : 2012-151-449
Semester/kelas             : 3/L
Dosen pembimbing     :



UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
2013/2014

Bab 6


Kelelahan dan
Overtraining
H.Y.S. Santosa Giriwijoyo


Kelelahan dapat di definisikan sebagai kondisi menurunnya kapasitas kerja yang di sebabkan oleh melakukan pekerjaan (yang dikerjakan) itu. Perlu di tekankan bahwa kelelahan yang di sandangnya adalah yang benar-benar karena melakukan pekerjaan itu. Masalahnya karena ada hal-hal lain juga yang dapat menurunkan kapasitas kerja, misalnya: pengaruh obat, pengaruh sakit, atau karena kurangnya minat. Dalam tiga hal yang tersebut di atas terdapat rasa lelah walaupuan tak ada  pekerjaan apapun yang di lakukan sebelumnya.

A.Bentuk kelelahan
Kelelahan di bagi menjadi dua tipe, yaitu kelelahan mental dan kelelahan fisik. Kelelahan mental adalah kelelahan yang merupakan akibat dari kerja mental. Kelelahan ini sering disebabkan oleh ke jemuan sebab kurangnya minat, dan hal ini lebih merupakan masalah bagi para ahli psikologi, psikiater, sosiolog termasuk pula para ahli ilmu faal.

            Kelelahan  fisik di sebabkan oleh karena kerja fisik atau kerja otot, dan menjadi maalah yang sangat menarik minat para ahli ilmu faal. Perlu di pahami bahwa kelelahan fisik adalah kelelahan dari Ergosistema-I (ES-I), dan dari Es-I yang berfungsi secara aktif adalah sistem nervorum dan sistem muskular, gabungan dari keduanya lebih di kenal sebagai sistema neuro muscular, sehingga kelelahan hakikatnya dapat terjadi pada salah satu dari padanya atau gabungan dari keduanya. Kesimpulan pada pembahasan saat ini adalah bahwa kelelahan dapat terjadi baik pada saraf maupun pada otot.
            Memang sulit atau bahkan tidak mungkin memilih secara tegas kedua bentuk kelelahan ini. Konsentrsi mental dan pengendalian emosi adalah 2 faktor yang menyertai kejadian kelelahan oleh kerja, yang juga terjadi pada olahraga. Secara umum telah di kenal bahwa kerja otot yang berlebihan dapat mengerusak mental. Tetapi bahwa kerja mental yang berlebihan dapat mengganggu fungsi otot, merupakan hal yang baru bagi orang kebanyakan.
            Haruslah di pahami bahwa istilah kelelahan sesungguhnya tidaklah jelas dan tidak pasti. Perubahan-perubahannya yang objektif barulah dapat di ukur dengan pasti bila kelelahan itu tlah berkembang sampai derajat yang tinggi. Dill membagi kelelahan menjadi kelelahan oleh kerja sedang (moderate work),kelelahan oleh kerja berat (hard work), dan kelelahan oleh kerja maksimal (maksimal work), ia yakin bahwa kelelahan tipe pertama tidak di minti oleh paraahli ilmu faal, karena hal itu termasuk dalam tipe yang dideskripsikan sebagai kejemuhan (boredom). Disini penggunaan daya (energi) selama 8 jam kerja sehari relatif kecil, sedemikian rupa sehinga melakukan aktifitas lain, misalnya berkebun, aktifitas bermain yang berat atau berdansa. Dill mengatakan bahwa dengan kondisi ideal di luar maupun di dalam sekolah atau pabrik, pekerjaan akan di kerjakan dengan senang hati serta dengan irama yang uniform, tanpa adanya rasa lelah atau bosan.
            Perbedaan antara kerja sedang dan kerja berat didasarkan pada besar olahdaya yang terjadi pada melakukan kerja, dan tentu saja hal itu berrkaitan dengan kemampuan individu yang bersangkutan dalam hal mamasok O2 bagi tubuhnya. Kerja sedang didefinisikan sebagai jumlah kegiatan fisik yang menggunakan daya ≤ 3x olahdaya (metabolisme) basal. Olahdaya basal adalah olahdaya terendah seseorang yang terjadi ketika orang itu dalam keadaan istirahat berbaring tetapi tetapi tetap sadar (tidak tidur). Kerja berat menggunakan daya antara 3-8x olahdaya basal. Dikatakan bahwa 8x olahdaya basal adalah kegiatan maksimalyang dapat dilakukan selama 8 jam secara terus-menerus. Lebih dari batas ini sistema sirkulasi dan respirasi tidak dapat secara efectif memasok O2 yang diperlukan. Pembagian Dill tersbut diatas lebih mengarah kepada fisiologi kerja (work physiology) bukan atas landasan pemikiran pisiologi olahraga (sports physiology).
            Pada kerja sedan dan kerja berat, keduannya masih dengan intensitas yang penggunaan O2nya di bawah VO2mak, sehingga secara fisiologi beban. Kerjanya masih pada zona “normal load” atau “syubmaximal load”. Artinya beban kerja masih dapat dilakukan dalam kondisi mantap (stady state). Pada beban kerja yang masih dapat dilakukan denga kondisi mantap, perubahan yang terjadi didalam darah hanyalah sedikit asam laktat dan cadangan alkali tidak berubah denyut jantung, volume respirasi dansistem sirkulasi berubah secara linear sesuai dengan mningkat nya olahdaya (metabolisme). Dalam kerja maksimal, tip eke 3 dari Dill, intenitas kerja memasuki zona “over load” yang menjadikannya tidak mungkin kerja dilakukan dalam kondisi mantap, dan kerja akan terpaksa harus berhenti ketika kapasitas anaerobic telah mencapai maksimal, sebab ketikaitu kadar asam laktat di dalam tubuh telah mencapai maksimal

B.Simptomatika Kelelahan
            Sebagian  dari manifestasi kelelahan bersifat subjektif, sedangkan sebagian lainnya bersifat objektif. Bila konsef kelelahan yaitu menurunnya kapasitas kerja oleh sebab melakukan pekerjaan itu diterima, maka perlu dipahami bahwa kesan subjektif dari kelelahan sering merupakn indeks yang semu, karna orang sering merasakan adanya perasaan sangat lelah, tetapi ternyata bila ia terus bekerja,kapasitas kerjaya besar dan rasa lelah itu kemudian hilang ketika ia sudah menjadi “panas” terhadap tugasnya.
            Rasa subjekti kelelahan fisik ternyta adalah sensasi kompleks yang sangat lua, dengan variasi ang sangat besar tergantung pada macam kerjanya; mungkin dirasakan sebagai kelelahan lokal pada otot-otot yang aktif, atau rasa lelah pada seluru tubuh, atau rasa ngantuk, mungkin juga ada rasa yang leleh di kepala, rasa nyeri dipunggung atau dikepala yang tidak jelas lokasinya, rasa neri dan pegal-pegal pada otot, kaku pada sendi, dan mungkin juga ada pemengkakan pada pada tangan dan kaki.
            Simptomatika kelelhan mental sering muah dikenali oleh yang bersangkutan. Ia mengeluh tidak dapat berkonsenrasi, sulit mengingat, sulit mengembangkan ide, sulit dan lambat mengajukan argumentasi. Kemampuan berfikirnya lambat dan tidak akurat.

C.Penyebab kelelahan
          Penyebab pertama kelelahan fisik maupun mental haruslah berupa kegiatan yang menggunakan daya(energy), karena tidak akan terjadi kelelaha bila sama sekali tidak ada penggunaan daya.
            Pada hakikatnya kelelahan dapat terjadi oleh berbagai penyebab yang dapat menimbulkan terjadinya gangguan homeostasis. Penyebab-penyebab itu adalah;
1.sumber daya habis atau tidak dapat di peroleh
2.tertimbunya sampah olahdaya di alam tubuh
3.tanggungnya keseimangan elektrolit/asam-basa di dalam cairan tubuh
 di alam tubuh
3.tanggungnya keseimangan elektrolit/asam-basa di dalam cairan tubuh
4.terganggunya keseimbangan pemasukan dan pengeluaran air didalam tubuh.

            Orang yang berkerja berat dengan durasi panjang, kelelahanya dapat ditunda bila selama berkerja ia diberi air minum dengan banyak gula. Sebaliknya orang dengan kondisi kekurangan makan/kelaparan, tidak akan mampu berkerja berat dengan durasi panjang.
            Ahli ilmu faal, jeman ranke, mengemukakan bahwa zat-zat yang dibentuk ketika terjadinya kontraksi otot yaitu asam laktat, CO2, dan asam fosfat akan menghambat (kekuatan) kontraksi otot. Kehadiran dan jumlah zat-zat ini berkaitan dengan kurangnya jumlah pasokan O2 kepada otot-otot yang berkontraksi. Kekurangan O2 pada orang-orang yang berkerja memang akan memper cepet terjadinya kelelahan pada orang-orang itu.
            Kelelahan juga dapat terjadi oleh karena terganggunya lingkunggan hidup sel. Hal ini dapat terjadi oleh karena terganggunya keseimbangan air dalam tubuh atau karena terganggunya keseimbanga jumlah air dalam tubuh atau terganggunya penataan keseimbanggan garam-garam/eletrilit. Orang yang tersesat dipadang pasir tapa memperoleh air, metupakan contoh dari orang yang kelelahan dan menjadi tidak berdaya oleh kekurangan air, sementara air terus-menerus keluar secara penguapan melalui permukaan kulitnya. Air yang keluar melalui kelenjar kerigat pada kulit mengandung garam NaCL, sehingga juga akan menyebabkan tubuh menjadi kekurangan garam. Kelelahan yang terjadi karena kehilangan air dan garam ini dapat bersifat ringgan sampai kepada ketidakberdayaan. Masalahnya kemudian adalah bahwa hanya dengan minum air saja tidak (akan) dapat meringankan penderitaan ini, bahkan sebaliknya dapat memberatkan keadaan. Air minum yang cocok adalah yang mengandung garam NaCL 0.04-0.14%, air ini dapat mencegah kelelahan dan ketidak berdayaan; karena air itu bukan hanya mengganti air yang hilang tetapi juga garam yang hilang.

Gambar. Kemungkinan tempat-tempat kelelahan. 1. Serabut otot; 2. Keeping ujung saraf motorik; 3. Serabut saraf motorik; 4. Synaps; 5. Badan sel saraf; 6. Ujung saraf      

D.Kemunkinan Tempat-Tempat Kelelahan
            Untuk dapat memudahkan memahami dimana kemungkinan tempat terjadinya kelelahan, marilah kita tinjau sistema neuro-muskular. Dari anatomi sistema neuro-muskular dapat di identipikasi ada 6 tempat yang mungkin menjadi tempat terjadinya kelelahan, yaitu:
1.Kerabut otot
2.Keping ujung saraf motorik (motot nerve endplate) didalam otot
3.Serabut saraf motorik itu sendiri
4. Synaps didalam ganglion saraf dan disusunan saraf pusat
5. Badan sel saraf
6. Ujung saraf sensoris didalam otot, atau dimanapun didalam tubuh.

1.Srabut Otot dan Keping ujung Saraf Motorik (Motor Nerve endplate)
            Pada sediaan saraf – otot kodok, bila sarafnya merangsang  (dengan rangsang listrik)-1x atau 2x/detik secara terus-menerus, setelah jangka waktu tertentu, otot akan memperlihatkan tanda-tanda kelelahan dan bahkan kemudian otot tidak dapat berkontraksi. Tetapi bila kemudian otot itu dirangsang secara langsung pada permukaannya dengan rangsanga seperti di kenakan pada saraf, maka otot akan berkontraksi kembali dengan kekuatan yang sama seperti ketika pertama kali dirangsang melalui sarafnya. Pristiwa ini menunjukan bahwa otot bukan merupaakan tempat terjadinya kelelahan. Kesimpulan lebih lanjut ialah bahwa kemungkinan tempat terjadinya kelelahan adalah disraf motoriknya atau di keeping ujung saraf motorik.
2. Serabut Saraf Motorik
            Pada suatu tempat diserabut saraf motorik dari sediaan otot-saraf serabut diatas dilakukan blokade dengan sepotong es, atau pada tempat itu diberi rangsang arus galvanis secara terus-menerus. Ujung saraf motoris kemudian dirangsang dengan rangsang listrik secara terus-menerus sealama beberapa jam; tidak terjadi kontraksi otot karena impuls saraf tidak dapat melewati tempat blockade. Bila sekarang, dengan saraf masih terus dirangsang, blockade lalu di tiadakan, maka ternyata otot dapat berkontraksi. Oleh karena itu tempat kelelahan adalah pada keeping ujung saraf motorik.

3. Synaps
            Bila punggung anjing dirangsang/digelitk dengan ujung lidi, maka akan terjadi refleks menggaruk pada tempat yang dirangsang. Dila dirangsang ini di teruskan, maka kemudian tidak lagi terrjadi repleks mengaruk. Tetapi bila di rangsang dengan lidi ini dipindahkan kesuatu titik dekat disebelahnya, maka akan terjadi lagi repleks mengaruk. Peristiwa yang sama dapat terjadi bila rangsangan dilakukan pada serabut saraf sensurisnya. Mengaruk adalah peristiwa motorik yang terjadi oleh rangsangan saraf motorik. Jadi rangsangan sensorik dipunggung anjing berpindah melalui synaps kesaraf motorik. Diatas telah dikemukakan bahwa saaf bukanlah tempat kelelahan, sehingga dari peristiwa ini yang paling mungkin menjadi tempat kelelahan adalah synaps.
4. Badan Sel Saraf
          Terdapat banyak bukti bahwa pada kelelahan yang ekstrim, struktur didalam badan sel saraf mengalami banyak perubahan. Sejalan dengan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa pada kelelahan sedang pola perubahan demikian juga terjadi. Tidak diragukan lagi bahwa fungsi sel-sel cortex cerebri berubah oleh pengaru kelelahan. Hal ini dapt dilihat pada pengaruh kelelahan terhadap refleks bersyaraf. Seekor anjing yang tellah memiliki sejumlah refleks bersarat disuruh menerik kereta sampai leleah; terlihat bahwa kelelahan mempengeruhi fungsi refleks-refleks bersyaratnya. Kemmampuan gerak repleks bersyarat yang baru dikuasainya akan hilang 100% sedankan kempuan gerak refleks-refleks beryarat yang sudah lama dikuasai hilang sebayak 50%. Karena refleks bersyarat melibatkan fungi sel-sel cerebral, maka wajar lah adanya pendapat bahwa kelelahan yang timbul di bagian tubuh yang manapun, akan mernyebabkan kelelahan pada sel-sel saraf. Eksperimen yang demikian menjelaskan mengapa terjadinya perubahan minat dalam kerja seharian, dan mengapa tentara yang kelelahan dapat kembali berbaris dengan tergap ketika musik mulai di[erdengarkan.
5. reseptor sensoris
            Adanya rasa lelah setempat setelah dikenal dengan baik oleh semua orang. Perasaan itu timbul dari reseptor sensoris didalam otot, yang akan memberikan kesan subjektif kondisi kerja sistema neuro-muskular yang sedang aktif. Oleh adanya fluktuasi nilai ambang kepekaan terhadap kelelahan, maka nilai perasaan ini menjadi sangat tidak dapat dipercaya. Bila nialai ambangnya meningkat, maka orang dapat terus bekerja tanpa menyadari adanya kelelahan setempat. Sebaliknya bila nialai ambang menurun, orang akan merasa sangat lelah tanpa adanya penurunan kapasitas kerja yang signifikan dari sistema neuro-muskularnya. Meskipun tidak aka nada sensasi kelelahan otot bila tidak ada reseptor sensoris didalam otot, dan meskipun kerja otot kemudian menjadi di hentikan oleh karena rasa lelah itu, tepe=api tempat kelelahan bukanlah pada reseptor sensoris. Ibaratnya, tempat alarm kebakaran berbunyi, bukanlah tenpat terjadinya kebaran itu.


E. Kejemuan
          Bila seseorang harus berpartisipasi pada kegiatan fisik, mental ataupun social tanpa motivasi yang cukup, artinya tanpa minat, maka ia akan merasakan adanya keinggina untuk menhentikan aktivitasnya. Perasaan ini di sebut sebagai kejemuan. Kejemuan seringkali menyerupai kelelahan, karena memang orang yang bersangkutan mesakan lelah dan kinerjanya menurun. Akan tetapi bila terhadap orang ii dilkaukan observasi secara cermat, maka perwujudan rasa lelahnya dalam kaitan dengan kinerja sangatlah tidak teratur untuk suatu kondisi ke;lelahan yang sesunggunhnya. Bila oramg itu dibuat jadi berminat terhadap pekerjaan nya, gejala kelelahan akan hilang, sedang kan kinerjanya meningkat. Ileh karena itu kelelahan yang berdasarkan pada kejemuan di sebut sebagai kelelahan semu (pseudo fatigue). Ada 2 cara untuk menminimalkan kejemuan: membangun minat atau mengerjakan pekerjaan itu secara otomatis sambil membayangkan hal-hal yang menarik minatnya.
F. Staleness
/.          Seorang atlet yang bernafsu ingin menonjol dalam cabang olahraganya, akan mulai berlatih dengan frekuensi dan intensitas yang tinggi. Pada awalnya ia akan memperoleh kemajuan, tetapi akhirnya prestasinya mendatar dan masih jauh dibawah impiannya. Ia menjadi semakin bernafsu untuk dapat melampaui “titik mati” itu dan mulai lah ia berlatih dengan tiada putusnya. Akan tetapi bukan kemajuan yang di dapatnya, melainkan penampilannya bahkan menjadi lebih buruk. Dengan hasil itu maka muncullah perasaan tidak mampuh dan prustasi. Di samping menurunnya penampila juga terdapat perubahan kepribadian prilaku. Ia di sebut sebagai mengalami kondisi staleness
            Gejala subjektif dari staleness sanggat banyak: adanya rasa kelelahan umum, hilangnya kegairahan di awal partisifasinya dalam olahraga tidurnya tidak menyegarkan, kadang-kadang sakit kepala. Kemudian ia tidak dapat tidur lelap, terganggu oleh mimpi-mimpi  buruk. Ia cepat pergi tidur, tetapi terbanggun pada pagi dini hari. Nafsu makan nya hialang; terjadi gangguan pencernaaan makanan serta menderita konstipasi (susah buang air besar). Ia menjadi mudah tersinggung, sehingga karnanya tidak lagi menyukai teman sepergaulannya dan lebih senang menyendiri. Walaupun ia merasa lelah, tidak dapat duduk tenang dan terus sibuk dengan dengan segala sesuatunya.
            Kondisi ini akan menjadi semakin berat bila pelatih tidak dapat mmperlihat empatinya, dan mengatakan kepadanya bahwa ia telah gagal memcapai sasaran nya, serta ia tidak akan menjadi lebih baik.
Untuk menyembuhkan staleness, latihan untuk sementara harus dihentikan. Atlet yang bersangkutan harus di beri tahu mengenai masalah yang sedang di hadapi nya, di nasehati agar tidak tergesa-gesa dalam mencapai tujuannya. Pelatih yang simpatik akan dengan bijak sana menunjukan bahwa setiat orang mempunyai keterbatasannya masing-masing, dan bahwa yang lebih penting adalah berusaha sebaik-baiknya sesuai kemampuanya, tanpa mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin. Biasanya atlet akan sembuh dari staleness. Akan tetapi kadang atlet tidak dapat pulih, bahkan kemudian meninggalkan olahraganya yang semula sanggat dasar neurose, yang menjadi berkembang akibat dampak frustasinya.
Pada perang dunia I istilah staleness di anggap lebih sopan untuk menggantikan istilah “psychoneurose” diantara perbang. Pada perang dunia II di gunakan istilah yang di anggap lebih sopan lagi yaitu “kelelahan penerbang” (flyer’s fatigue), dan untuk bukan penrbang digunakan istilah “kelelahan perang” (battle fatigue), walaupun mungkin orang itu tidak pernah sampai ke medan perang.

G.Overtraining
            Overtraining adalah bentuk kronis dari kelelahan patalogis dalam olahraga. Pada tahun 1950 Krestovnikov. Memasukkannya sebagai bentuk neurosis khusus yaitu neurosis olahraga (spots neurosis). Kadang-kadang disebut sebagai staleness.

1.Aetiologi (penyebab)
            Harapan yang berlebihan, yang melebihi kapasitas fungsional otak menjadi pemicu terjadinya neurosis (overtraining) ini. Harapan yang berlebihan ini di sebabkan oleh:
a)      Proses perangsangan yang berlebihan yang di sebabkan oleh karena volume, intensitas dan komleksitas latihan dari olahraga-olahraga tersebut.
b)      Proses peghambatan yang berlebhan dari gerakan-gerakan yang tidak diperlukan pada saat membentuk gerakan-gerakan baru dan halus, atau oleh terjadinya pengaruh diferensiasi rangsangan.
c)      Mobilitas proses saraf yang berlebihan atau perubahan-peruahan pada “stereotype yang dinamis”.

Semua proses-proses ini dapat menyebabkan terjadinya exhaustion dari otak setelah melakukan latihan yang berlebihan secara tersendiri maupun dalam kaitan dengan faktor-faktor lain. Sports neurosis dapat juga terjadi bila ada depresi terhadap fungsi cortex cerebri, yang merupakan prepisipitasi dari peran panjang fisik yang sedang di lakukan yang menyebabkan stress saraf.
Faktor-faktor presipitasi lain meliputi kurangnya kemauan,ketindakmampuan fisik atau intelektualnya,adnya konflik psikis, atau adanya permaslahan sksual (sexsual truble).bentuk kepribadian juga memegaang peran penting dalam pembentukan Overtraining. Semua faktor-faktor ini dapat ditemukan dalam kasus-kasus Overtraianing yang berkerja sama yang satu dan yang lain untuk enentukan bentuk dan lamanya gejalaklinisnya.

2. Simptomatologi
Ciri-ciri utamanya adalah kelelahan yang tinggi, respon terhadap latihan yang tidak ekonomis dan tidak seimbang, pemulhan yang lambat sekalipun terhadap latian yang rigan, labilitas system vegetatatif dan sistim endokrin, adanya masalah dalam proses olahdaya, dan proses hormonalnya, adanya gejala neurose psikis: hiperaktivitas, depresi atau euporia,ansietas,dan menurunnya output olahraga.

3. Gejala-Gejala Subjektif
a.  Asthenia fisik dan fsikis: kelelahan yang berkepanjangan sekalipun stelah istirahat atau hanya berja ringgan, hilangnya konsentrasi, BB (berat badan) menurun
b.Gangguan fsikis: depresi disertai keputusasaan atau kegelisahan, mudah marah atau hiperaktif, kadang ada reaksi kekerasan, hilang memori atau perhatian, sementara atlet yang bersangkutan sibuk dengan masalahnya sendiri.
c. Problema tidur: adanya insomnia atau kegelisahan tidur.
d.Nyeri kepala dengan intensitas dan lokasi yang sanggat bervariasi
e. Gejala pengiring: paraesthasia (kesemutan) disertai mati rasa (ba’al) pada extremitas, nyeri precordial atau kontriksi, nafas tidak lega, tachycardia, tachypnea, gangguan keseimbangan, pendengaran atau penglihatan, gangguan seksual.

4. Tanda-Tanda Objektif
         Tanda-tanda objektif jelas berkaitan dengan gejala-gejala dan meliputi hyperreplexia,kedutan pada kelopak mata dan jari-jari, olahdaya (metabolisme) basal meningkat dengan akselerasi pada katabolisme (penurunan BB yang tidak jelas penyebebnya), gangguan keseimbangan elektrolit, konsumsi O2 pada intensitas kerja (effort) yang sama meningkat, perubahan pernapasan pada standart exercise menjadi lebih tinggi, sedangkan pemulihannya lebih lambat disertai adanya tachycardia pada istirahat, pemulihan denyut nadi dan tekenan darah lambat, ada arrhythmia, ada gangguan vasomotor, gangguan fungsi ginjal dan hati, gangguan pencernaan.
          Overtraining adalah polysymptomamatik dengan gejala yang macam-macam, sehingga diagnosisnya yang tepat memerlukan pengertiaan mengenai metodologi latihan, serta dengan melakukan ananensis yang teliti, overtraining adalah penyakit olahraga dan preperansi gejala-gejala onjektifnya (biasanya muncul lebh lambat dari gejala-gejala subjektifnya) mengscu kepeda organ-organ atau sitema tertentu, hanyalah merupakan perwujudan dari penyakitnya dan tidak mengindikasikan patologi lokalnya.

5. Diagnosis
  Diagnosis tergatung kepada gejala, riwayat, serta periksaan-pemeriksaan pungsional. Diagnosal diferensial adalah terhadap syndroma solisitasi (sindroma harapan berlebihan), penyakit organic atau gangguan psyconeurose.
   6.Pengobatan/Penyembuhan
            Pencegahan tergantung pada pemeriksaan kesehatan secara periodik,perkembangan fisik dan nutrisi,di sertai epaluasi fungsional prinsip kesehatan olahraga dan metode latihan yang rasional.
a.       Hentikan latihan dan kompetisi,upayakan beristirahat pada ketinggiaan 600-800 m
b.      Pemulihan hendaknya di rangsang dengan mengunakan zat-zat ergogenik (glukosa,vitamin, garam-garam,obat-obat,anabolic,ekstrak hati dan suprarenal ) dan diet khusus ( kalori tinggi ,garam-garam basa dan banyak minum ) untuk memulihkan keseimbangan air dan elektrolit ( Ca,Na,K,Mg,P,Fe,air )
c.       Berikan vitamin-vitamin B1,B2,B6,B12,B15,C,E dan asam-asam amino essential ( aspartat ,glycocolle, lecithine,lysine ) serta glukosa , di sertai pemberian penenang / tranquilizer dan hypnotic ( valium,dibrium,meprobamate , pentobarbital ) bila perlu
d.      Paksakan melakukan istirahat aktif
e.       Dukung dengan psikoterapi ( sugesti,yoga,outogenic training ) dan physio-hydro-therapy.
      Sangatlah perlu menghentikan latihan dan kompetisi cabang olahraganya , paling tidak selama 3 (tiga) bulan. Reintegrasi kepada cabang olahraganya hanya boleh di lakukan setelah menjalani pemeriksaan kesehatan yang cermat. Atlet harus di anggap sebagai kasus khusus selama satu tahun, serta diberi perhatian khusus mengenai kondisi sikologisnya, pemulihannya setelah latihan, rehabilitasi setelah sakit atau cedera,dan hindari stress yang menyebabkan overtraining.
      Overtraining merupakan akibat latihan dengan dosis / intensitas yang berlebihan yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala overtraining. Gejala-gejala overtraining ini hakikatnya adalah akibat gangguan homeostasis karena pemuliahan ( recovery ) yang tidak adekuat. Gejala-gejala overtraining meliputi gejala-gejala yang bersifat psikologis, psikologis maupun patologis ( neil F.gordon dalam cooper , 1994 ) sebagai berikut :
1.      Insomia ( susah tidur ) dan sakit kepala
2.      Sulit memusatkan perhatian ( berkonsentrasi )
3.      Gairah dan motipasi menurun
4.      Lesu, letih dan lemah sehingga menjadi rentan cedera
5.      Rasa lelah > 24 jam
6.      Anorexia ( mual )
7.      Gangguan pungsi pencernaan – diare
8.      Berat badan menurun
9.      Haus dan banyak minum di malam hari
10.  Tekanan darah menurun dan terjadi orthostatis
11.  Nadi istirahat meningkat > 10 denyut dan nadi terhadap standar latihan sangat meningkat
12.  Tungkai terasa berat
13.  Dosis latihan tak habis
14.  Nyeri otot dan sendi
15.  Rentan terhadap alergi dan infeksi
16.  Penyembuhan luka: lambat
17.  Lymphadenitis ( radang kelenjar geta bening )
18.  Amenorhoea/oligomenorhoea/takteratur
19.  Hemolisis meningkat sehingga dapat terjadi anemia
20.  Libido menurun
      Latihan untuk olahraga prestasi harus seoptimal mungkin. Oleh karena itu dosis dan intensitas latihan harus sedikit mingkin dengan kondisi yang menyebabkan overtraining,dan bila terdapat gejala overtraining maka di lakukan penurunan beban latihan ( unloding ). Dengan memahami ilmu faal olahraga maka overtraining berat dapat di hindari.

KESIMPULAN
           Diagnosis overtraining adalah hal yang sangat serius , walau pun pada saat ini itu sangat jarang terjadi pada olahraga. Masalahitu sudahsangat dipahami oleh para dokter olahraga,dan hendaknya tidak dikacaukan dengan”sindroma harapan berlebihan” atau” ke lelahan olahraga”.
            Dalam hal ini sangat perlu mengembangkan metoda kesehatan olahraga yang tepat untuk mensupervisi latihan-lstihsn olahraga,        sehingga demikian mencegah terjadinyakondisi yang tepat membahayakan atlet, timnya atau bahkan masyarakatnya.

LATIHAN
1.      Apa dan bagaimana batasan kelelahan ?
2.      Sebutkan tempat-tempat yang mugkin terjadi tempat terjadinya kelelahan !
3.      Bagaimana membuktikan bahwa tempat-tempat itu memang benar merupakan tempat terjadinya kelelahan ?
4.      Apa yang di maksud kelelahan semu ?
5.      Jelaskan apa yang di maksud dengan staleness ?
6.      Apa ynag di maksud dengan overtraining , apa dasar pisiologinya,sebutkan apa gejala-gejalanya ?
7.      Jelaskan apa perbedaan overtraining dan staleness ?
8.      Sebutkan gejala-gejala overtraining dari Neil Gordon ! jelaskan mana yang bersifat psikologis,mana yang fisiologis dan mana yang patologis !